Arah Bandara Yia Kulon Progo

Arah Bandara Yia Kulon Progo

Restoran dekat dengan Bandara YIA yang terletak di Kapanewon Temon, Kulon Progo ternyata masakan dan racikannya enak-enak, lho. Kebanyakan dari resto tersebut umumnya menyediakan masakan khas Jawa. Mau cari yang instagramable, ada juga! Yuk, simak 7 tempat makan dekat bandara baru di Kulon Progo berikut ini, cocok buat yang kangen makanan ala desa yang dilansir dari IDN Times.

Administrative districts

Kulon Progo Regency is divided into twelve districts (kapanewon), listed below with their areas and their populations at the 2010 census[2] and the 2020 census,[3] together with the official estimates as at mid 2023.[1] The table also includes the locations of the district administrative centres, the number of administrative villages (classed as kalurahan) in each district, and its post code.

Some local development efforts, carried on with the support of local cooperatives, work towards reafforestation activities. Trees being planted in the regency for both commercial and social reasons include Jati (Teak or Tecnona grandis), Mahogany (Swietenia mahagoni), Albasia (Albizia), and sono keliling (Blackwood or Rosewoon, Dalbergia latifolia).[4]

Tempat makan terbaik di sekitar Bandara YIA Kulon Progo!

Restoran dekat bandara YIA yang terletak di Kapanewon Temon, Kulon Progo ini ternyata makanan dan bahannya enak lho. Kebanyakan restoran tersebut biasanya menawarkan masakan khas Jawa. Jika Anda mencari sesuatu click here yang Instagrammable, ada juga! Yuk, simak 7 tempat makan dekat Bandara Baru Kulon Progo berikut ini, cocok untuk yang rindu kuliner pedesaan, seperti dilansir IDN Times.

Di Kulon Progo terdapat restoran legendaris ala Jawa, Rumah Makan Bu Hartin. Cabangnya banyak dan salah satunya di dekat bandara YIA khususnya di kawasan Toyan.

Menu utama mereka adalah ayam goreng renyah, namun mereka juga menawarkan berbagai menu lainnya seperti ikan, bebek, dan hidangan lainnya. Tempatnya cukup besar dan letaknya di pinggir jalan raya, sehingga mencari tempatnya tidak akan sulit.

Alamat: Jalan Wates – Purworejo KM 5, Sumberan, Toyan, Kapanewon Wates, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta

Jam buka: setiap hari, pukul 08:00 – 21:00 WIB

Jarang tanpa pengunjung, kedai kopi NYIA ini menawarkan beragam pilihan makanan dan minuman. Dari sarapan hingga makan siang, tersedia menu buffet mulai dari telur hingga ayam, serta aneka kentang goreng. Cuma di sore dan malam hari kamu bisa pesan mie khas jawa yang enak banget!

Kafe NYIA ini ramah anak-anak lho. Mereka menawarkan permainan yang berbeda untuk dimainkan dan juga memiliki menu yang tidak pedas, sehingga aman untuk anak-anak. Kalau mampir jangan lupa coba pisang gorengnya ya!

Alamat: Jalan Wates-Purworejo KM 10, Kaliwangan Kidul, Temon Kulon, Kapanewon Temon, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta

Jam buka: setiap hari, pukul 06:00 – 22:00 WIB

Setelah mendarat, jangan terburu-buru ke kota! Mampirlah untuk kuliner lezat di dekat Bandara YIA, termasuk Joglo Saerah Resto. Restoran ini bernuansa tradisional dengan suasana hangat, sangat cocok untuk bersantap bersama keluarga besar.

Uniknya, Joglo Saerah Resto ini letaknya berdekatan dengan persawahan, jadi kamu bisa mencicipi nasi goreng atau khasnya, jeruk nipis dengan jahe, sambil cuci mata memandangi hijaunya! Soal harga jangan khawatir, cukup terjangkau!

Alamat : Seberang Bandara YIA, Jalan Wates-Purworejo KM 16, Datelan, Palihan, Kapanewon Temon, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa

Jam buka: setiap hari, pukul 11:00 – 21:00 WIB

Pergi ke Yogyakarta bersama anak? Wah nyaman banget bersantai sambil mengisi perut di Omah Tabon Resto. Dari bandara YIA, hanya dibutuhkan waktu 20 menit untuk sampai ke sana dengan mobil. Usai makan, ajak anak bermain di berbagai wahana yang tersedia di sini. Mulai dari Flying Fox, main becak dan APV. Tak hanya di dapur, kamu juga bisa bermain!

Alamat : Dukuh IV, Krembangan, Kepanewon Panjatan, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta

Jam Buka: Tutup pada hari Senin, buka pukul 10:00 – 17:00 WIB

Regency in Yogyakarta, Indonesia

Kulon Progo Regency (Javanese: ꦏꦸꦭꦺꦴꦤ꧀ꦥꦿꦒ, romanized: Kulon Praga, Javanese pronunciation: [ˈkulɔn ˈprɔɡɔ], Indonesian pronunciation: [ˈkulɔn pəˈroɡo]) is one of the four regencies within the Yogyakarta Special Region, Indonesia. It is located on the island of Java, with a coastline on the south of that island. The regency's name stems from the fact that it is situated to the west (in Javanese "kulon") of the Progo River. The capital is Wates. The greatest part of the population of the regency work as farmers. Kulon Progo Regency is surrounded by the Menoreh Hills. The area of the regency is 586.28 km2, and the population was 388,755 at the 2010 census[2] and 436,395 at the 2020 census;[3] the official estimate as at mid 2023 was 443,053 - comprising 219,451 males and 223,602 females.[1]

In 1674, Keraton Mataram, Yogyakarta was attacked by Trunojoyo who received assistance from Macassar, resulting in damage to the palace; the king Amangkurat I had to flee and asked the Netherlands for help, till he died in Tegal during flight.

To anticipate attacks from Trunojoyo's followers, in 1677 the palace of Mataram led by Amangkurat II as the crown prince of Amangkurat I asked for the regent Ponorogo to obtain the palace protection by bala Warok famous skilled in war and asked for help from the Dutch colonial to capture Trunojoyo. After Mataram palace was guarded by Warok of Ponorogo, Tronojoyo had difficulties to penetrate the palace and was arrested and finally sentenced to death in 1679.

The Warok who managed to protect the palace got the prize a place to stay in the west of Mataram palace to facilitate the palace defence in case of an attack against the palace. The place was named Kulon Ponorogo and is now known as Kulon Progo which means Keraton Mataram western Ponorogo.

The area which currently includes the regency of Kulon Progo was - until the end of Dutch colonial rule - the territory of two regencies, namely the former Kulon Progo (which was a regency of the Ngayogyakarta Sultanate) and Adikarto (which was a regency of the Pakualaman Duchy). Both regencies were merged into Kulon Progo administration on 15 October 1951.

RM Ayam Goreng Bu Hartin

Di Kulon Progo, ada sebuah restoran bergaya Jawa yang sudah legendaris, Rumah Makan Bu Hartin namanya. Ada beberapa cabang dan salah satunya dekat dengan Bandara YIA, yaitu di kawasan Toyan. Menu andalannya ayam goreng kremes, tapi mereka juga menyediakan beragam menu lain seperti ikan, bebek, dan aneka lauk pendamping lainnya. Tempatnya lumayan luas dan berada di pinggir jalan, jadi gak akan kesulitan buat mencari lokasinya. Alamat: Jalan Wates - Purworejo KM 5, Sumberan, Toyan, Kapanewon Wates, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta

Jam operasional: setiap hari, pukul 08.00-21.00 WIB

Jarang sepi pengunjung, restoran Kopi NYIA ini menyediakan beragam pilihan makanan juga minuman. Pagi sampai siang, ada menu prasmanan mulai dari telur, ayam, juga aneka oseng yang rasanya nikmat. Baru saat sore dan malam, kamu bisa memesan bakmi khas Jawa yang rasanya gurih abis!Restoran Kopi NYIA ini ramah anak, loh. Mereka menyediakan berbagai mainan buat dimainkan dan ada juga menu yang gak pedas sehingga aman buat anak-anak. Kalau mampir, jangan lupa cicipi pisang gorengnya, ya!Alamat: Jalan Wates-Purworejo KM 10, Kaliwangan Kidul, Temon Kulon, Kapanewon Temon, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta

Jam operasional: setiap hari, jam 06.00-22.00 WIB

Joglo Saerah Resto

Sehabis mendarat, jangan buru-buru ke kota! Mampir dulu menjajal kuliner enak dekat Bandara YIA, salah satunya adalah Joglo Saerah Resto. Rumah makan ini bergaya tradisional dengan suasana yang hangat, cocok banget buat ajak makan siang bareng keluarga besar. Yang bikin unik adalah Joglo Saerah Resto ini bersebelahan dengan sawah, jadi bisa nih menikmati nasi goreng atau minuman khasnya, jahe serai jeruk nipis sambil cuci mata melihat yang hijau-hijau! Soal harga kamu gak perlu khawatir, cukup terjangkau!Alamat: Depan Bandara YIA, Jalan Wates-Purworejo KM 16, Tanggalan, Palihan, Kapanewon Temon, Kabupaten Kulon Progo, Daerah IstimewaJam operasional: setiap hari, pukul 11.00-21.00 WIB

Ke Yogyakarta bersama anak-anak? Wah, cocok banget nih melepas lelah sambil mengisi perut di Omah Tabon Resto. Dari Bandara YIA hanya memakan waktu 20 menit saja untuk sampai ke sini dengan menggunakan kendaraan bermotor.

Selepas makan, ajak anak-anak main di berbagai wahana yang tersedia di sini. Mulai dari flying fox, main becak-becakan, dan APV. Gak sekadar kulineran, tapi bisa main juga!

Alamat: Dukuh IV, Krembangan, Kepanewon Panjatan, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta

Jam opersional: hari Senin tutup, buka dari pukul 10.00-17.00 WIB

Kopi Jolotundo lagi hits banget, nih! Bernuansa joglo, restoran yang satu ini kerap dijadikan tempat reuni dan kumpul keluarga. Maklum, letaknya dekat dengan Bandara YIA dan gak sulit buat ditemukan. Menunya didominasi oleh masakan rumahan seperti sambal terong, telur dadar, juga sayur lodeh. Kalau ingin makan yang ringan-ringan, aneka gorengan seperti bakwan dan mendoan juga siap disantap. Jangan lupa pesan es dawetnya, ya, segar banget dinikmati saat siang selepas mendarat dari pesawat!Alamat: Kawirejan, Sogan, Kepanewon Wates, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa YogyakartaJam operasional: setiap hari, pukul 09.00-21.00 WIB

Bisa dibilang, Dapur Semar jadi restoran keluarga andalan di Kulon Progo. Lokasinya ada di Kapanewon Wates, dekat RSUD Wates. Tempat ini biasa digunakan juga untuk rapat, acara lamaran, sampai pernikahan. Lokasinya yang luas memang cocok buat kumpul banyak orang. Penasaran dengan menunya? Tentu saja cukup beragam seperti olahan ayam, seafood, dan bebek. Selain itu, kamu bisa memilih menu paket yang harganya mulai dari Rp20 ribu saja. Berminat mampir?

Alamat: Jalan Tentara Pelajar Jalan Wates, Area Sawah, RSUD, Kapanewon Wates, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta

Jam operasional: setiap hari, pukul 10.00-22.00 WIB

Siapa bilang kalau kuliner dekat Bandara YIA hanya makanan tradisional dan rumahan? Di Terras Kota, kamu akan menemukan berbagai pilihan menu western yang menggugah selera. Mulai dari toast, spageti, dan aneka kopi dengan rasa yang ramah di lidah. Terras Kota nyaris gak pernah sepi, loh. Tempatnya yang instagramable bikin restoran ini jadi favorit kawula muda di Wates dan sekitarnya. Gak sekadar menyediakan tempat buat makan dan berfoto, tapi juga nyaman buat work from cafe.

Alamat: Jalan Pahlawan, Sideman, Giri Peni, Kapanewom Wates, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta

Jam operasional: setiap hari, pukul 09.00-21.00 WIBSaat akan menuju atau baru saja mendarat di Bandara YIA, jangan lupa untuk mencicipi nikmatnya kuliner di Kulon Progo ya.

Yogyakarta International Airport

The central Indonesian government has indicated that a new airport for the Yogyakarta Special Region will be located in the Kulon Progo Regency. The plan is to build an airport with a 3,250 metre runway with 45 meters width and dual linear terminals to serve as an international gateway. The initial plan is to provide facilities to serve up to 10 million passengers per year for 28 aircraft together. Later expansions might accommodate up to 20 million passengers per year in phase-3. Around 637 hectares of land is being set aside for the project. Of this, 40% is classified as "Paku Alam (Sultan)" land while the rest belongs to local communities. The location is in Temon District between Congot Beach and Glagah Beach (which covers Palihan village, Sindutan village, Jangkaran village and Glagah village). In August 2013, 75 percent of land has been occupied.[5][6]

An airport train has been planned to serve Yogyakarta and the airport. The rail use existing rail plus 4 kilometers new rail from Kedundang Station to Temon Airport. Due to new rail is only short, so the train hopefully will be ready when the airport is ready to operate.[7]

Local residents of the Kulon Regency have been resisting the plans for the new airport. They claim there are several environmental issues with the proposed site as well as issues of safety, due to the area being at high risk for tsunamis and other natural disasters. There is also concern that the local residents who currently make their living by farming the area would be displaced.[8]

Kulon Progo (Indonesia)

Kulonprogo[a] (bahasa Jawa: ꦏꦸꦭꦺꦴꦤ꧀ꦥꦿꦒ, translit. Kulonpraga) adalah sebuah kabupaten di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kapanewon Wates.[6] Kabupaten ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul di timur, Samudra Hindia di selatan, Kabupaten Purworejo di barat, serta Kabupaten Magelang di utara. Nama Kulon Progo diambil dari kalimat Kulone Kali Progo yang berarti sebelah barat Sungai Progo (kata kulon dalam Bahasa Jawa artinya barat). Kali Progo membatasi kabupaten ini di sebelah Timur.[6] Pada pertengahan tahun 2024, jumlah penduduk Kulon Progo sebanyak 444.516 jiwa.[1]

Kulon Progo terdiri atas 12 kapanewon, yang dibagi lagi atas 87 kalurahan dan satu kelurahan, serta 930 Pedukuhan (sebelum otonomi daerah dinamakan Dusun). Ibu kota di Kapanewon Wates, yang berada sekitar 25 km sebelah barat daya dari Kota Yogyakarta, di jalur utama lintas selatan (Surabaya–Yogyakarta–Bandung) serta lintas tengah Pulau Jawa (Jakarta–Purwokerto–Surabaya). Kapanewon Wates juga dilintasi jalur kereta api lintas selatan dan tengah Jawa. Kulon Progo menggunakan kodepos 55611 (lama) dan 55600/55651 (baru).

Bagian barat laut wilayah kabupaten ini berupa pegunungan (Bukit Menoreh), dengan puncaknya puncak Suroloyo (1019 m), di perbatasan dengan Kabupaten Magelang. Sedangkan di bagian selatan merupakan dataran rendah yang landai hingga ke pantai. Pantai yang ada di Kulon Progo adalah Pantai Congot, Pantai Glagah Indah (10 km arah barat daya kota Wates atau 35 km dari pusat Kota Yogyakarta) dan Pantai Trisik.

Di tahun 1671 dalam Babad Mataram disebutkan Keraton Mataram diserang Trunojoyo dari Madura. Amangkurat I, Raja Mataram meninggal di Tegal, Jawa Tengah. Penerusnya, yaitu Amangkurat II kemudian meminta bantuan kepada Belanda dan Adipati Ponorogo untuk merebut kembali takhta Mataram dari Trunojoyo.

Adipati Ponorogo mengirim pasukan yang terdiri dari pendekar Warok, dan berkat bantuan ini, Ibukota Kerajaan Mataram di Plered, Bantul berhasil direbut kembali. Cikat kaya kilat, kesit kadya thatit, itulah ciri khas Pasukan Warok. Totalitas dan semangat labuh paramarta menjadikan Mataram eksis kembali di tanah Jawa. Sejak saat itu, Pasukan Warok Ponorogo dipertahankan untuk menjaga Istana Mataram.

Para Warok yang berhasil menjaga kraton dari berbagai serangan mendapat hadiah tanah perdikan di sebelah barat kraton, dengan tujuan memudahkan penjagaan kraton ketika diterpa serangan.Tanah perdikan tersebut diberi nama Kulon Ponorogo, yang saat ini dikenal sebagai salah satu kabupaten di DIY, yaitu Kabupaten Kulon Progo yang berati Keraton Mataram sebelah Barat Ponorogo.[1] Diarsipkan 2022-03-11 di Wayback Machine.[7]

Daerah yang saat ini termasuk wilayah Kabupaten Kulon Progo hingga berakhirnya pemerintahan kolonial Hindia Belanda merupakan wilayah dua kabupaten, yaitu Kabupaten Kulon Progo yang merupakan wilayah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kabupaten Adikarto yang merupakan wilayah Kadipaten Pakualaman. Kedua kabupaten ini digabung administrasinya menjadi Kabupaten Kulon Progo pada tanggal 15 Oktober 1951.

Sebelum Perang Diponegoro di daerah Negaragung, termasuk di dalamnya wilayah Kulon Progo, belum ada pejabat pemerintahan yang menjabat di daerah sebagai penguasa. Pada waktu itu roda pemerintahan dijalankan oleh pepatih dalem yang berkedudukan di Ngayogyakarta Hadiningrat. Setelah Perang Diponegoro 1825-1830 di wilayah Kulon Progo sekarang yang masuk wilayah Kasultanan terbentuk empat kabupaten yaitu:

Masing-masing kabupaten tersebut dipimpin oleh seorang tumenggung. Menurut buku Prodjo Kejawen pada tahun 1912, Kabupaten Pengasih, Sentolo, Nanggulan dan Kalibawang digabung menjadi satu dan diberi nama Kabupaten Kulon Progo, dengan ibu kota di Pengasih. Bupati pertama dijabat oleh Raden Tumenggung Poerbowinoto.

Dalam perjalanannya, sejak 16 Februari 1927 Kabupaten Kulon Progo dibagi atas dua kawedanan dengan delapan kapanewon, sedangkan ibu kotanya dipindahkan ke Sentolo. Dua kawedanan tersebut adalah Kawedanan Pengasih yang meliputi Kapanewon Lendah, Sentolo, Pengasih dan Kokap/Sermo. Kawedanan Nanggulan meliputi Kapanewon Watumurah/Girimulyo, Kalibawang dan Samigaluh.

Berikut adalah daftar Bupati Kulon Progo sampai dengan tahun 1951 adalah sebagai berikut:

Di daerah selatan Kulon Progo ada suatu wilayah yang masuk Keprajan Kejawen yang bernama Karang Kemuning yang selanjutnya dikenal dengan nama Kabupaten Adikarto. Menurut buku Vorstenlanden disebutkan bahwa pada tahun 1813, Pangeran Notokusumo diangkat menjadi KGPA Ario Paku Alam I dan mendapat palungguh di sebelah barat Kali Progo sepanjang pantai selatan yang dikenal dengan nama Pasir Urut Sewu. Oleh karena tanah pelungguh itu letaknya berpencaran, maka sentono ndalem Paku Alam yang bernama Kyai Kawirejo I menasehatkan agar tanah pelungguh tersebut disatukan letaknya. Dengan satukannya pelungguh tersebut, maka menjadi satu daerah kesatuan yang setingkat kabupaten. Daerah ini kemudian diberi nama Kabupaten Karang Kemuning dengan ibu kota Brosot.

Sebagai Bupati yang pertama adalah Tumenggung Sosrodigdoyo. Bupati kedua, R. Riya Wasadirdjo, mendapat perintah dari KGPAA Paku Alam V agar mengusahakan pengeringan Rawa di Karang Kemuning. Rawa-rawa yang dikeringkan itu kemudian dijadikan tanah persawahan yang Adi (Linuwih) dan Karta (Subur) atau daerah yang sangat subur. Oleh karena itu, maka Sri Paduka Paku Alam V lalu berkenan menggantikan nama Karang Kemuning menjadi Adikarta pada tahun 1877 yang beribu kota di Bendungan. Kemudian pada tahun 1903 bukotanya dipindahkan ke Wates. Kabupaten Adikarta terdiri dua kawedanan (distrik) yaitu kawedanan Sogan dan kawedanan Galur. Kawedanan Sogan meliputi kapanewon (onder distrik) Wates dan Temon, sedangkan Kawedanan Galur meliputi kapanewon Brosot dan Panjatan.[8]

Bupati di Kabupaten Adikarta sampai dengan tahun 1951 berturut-turut sebagai berikut:

Pada tanggal 5 September 1945, Sultan Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII mengeluarkan amanat yang menyatakan bahwa Kasultanan dan Pakualaman adalah daerah yang bersifat kerajaan dan daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia.

Pada tahun 1951, Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII memikirkan perlunya penggabungan antara wilayah Kasultanan yaitu Kabupaten Kulon Progo dengan wilayah Pakualaman yaitu Kabupaten Adikarto. Atas dasar kesepakatan kedua penguasa tersebut, selanjutnya dikeluarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1951 yang ditetapkan tanggal 12 Oktober 1951 dan diundangkan tanggal 15 Oktober 1951. Undang-undang ini mengatur tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1950 untuk Penggabungan Daerah Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Adikarto dalam lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi satu kabupaten dengan nama Kulon Progo yang selanjutnya berhak mengatur dan mengurus rumah-tanganya sendiri. Undang-undang tersebut mulai berlaku mulai tanggal 15 Oktober 1951. Secara yuridis formal Hari Jadi Kabupaten Kulon Progo adalah 15 Oktober 1951, yaitu saat diberlakukannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1951 oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia.

Selanjutnya pada tanggal 29 Desember 1951 proses administrasi penggabungan telah selesai dan pada tanggal 1 Januari 1952, administrasi pemerintahan baru, mulai dilaksanakan dengan pusat pemerintahan di Wates.

Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Kulon Progo dalam empat periode terakhir.

Kabupaten Kulon Progo memiliki 12 kapanewon, 1 Kelurahan, dan 87 kalurahan. Pada tahun 2017, jumlah penduduk mencapai 445.655 jiwa yang tersebar di wilayah seluas 586,28 km² dengan tingkat kepadatan penduduk 760 jiwa/km².[11][12]

Daftar kapanewon dan kalurahan/kelurahan di Kabupaten Kulon Progo, adalah sebagai berikut:

http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/userfiles/berita/berita172-img798112_table.jpg Diarsipkan 2015-10-04 di Wayback Machine.

Kabupaten Kulon Progo memiliki beberapa simbol khas yang menjadi Identitas daerah, di antaranya:

Makanan rakyat yang populer dan biasa dikonsumsi oleh warga Kabupaten Kulon Progo, khususnya oleh penduduk lokal yang sering disebut Jajan pasar, di antaranya:[16]

Menurut Badan Bahasa, bahasa Jawa dialek Yogya-Solo merupakan bahasa daerah yang dituturkan mayoritas penduduk Kabupaten Kulon Progo.[17] Menurut Statistik Kebahasaan 2019, bahasa ini menjadi satu-satunya bahasa daerah asli Kabupaten Kulon Progo.[18] Bahasa resmi instansi pemerintahan di Kabupaten Kulon Progo adalah bahasa Indonesia.

Kabupaten Kulon Progo relatif mudah dijangkau dengan menempuh jalur darat dari arah barat, timur maupun utara karena letaknya yang berada ditengah Pulau Jawa. Tersedia sebuah stasiun dan terminal yang terletak di ibukota Kabupaten, yaitu Stasiun Wates dan Terminal Wates. Hal ini dikarenakan Kabupaten Kulon Progo dilintasi jalan utama lintas selatan dan tengah Jawa yang menghubungkan Kota Bandung dengan Surabaya beserta Jakarta dengan Surabaya melalui Purwokerto dan juga dilintasi jalur kereta pulau Jawa lintas selatan dan tengah. Direncanakan setelah pembangunan bandara baru nantinya stasiun dan terminal baru akan diintegrasikan dengan bandara tersebut. Angkutan umum jumlahnya terbatas selain karena biaya operasional yang meningkat, mayoritas masyarakat beralih ke kendaraan pribadi seperti motor, mobil atau sepeda. Dokar sudah sangat sulit ditemui, namun becak masih bertahan.

Bandar Udara Internasional Yogyakarta untuk Daerah Istimewa Yogyakarta yang berlokasi di Kapanewon Temon, Kabupaten Kulon Progo. Sebuah bandara dengan landasan pacu 3,600 meter yang berfungsi sebagai pintu gerbang transportasi udara di Daerah Istimewa Yogyakarta. Rencana awal adalah untuk menyediakan fasilitas untuk melayani hingga 10 juta penumpang per tahun. Kemudian ekspansi mungkin menampung hingga 20 juta penumpang per tahun dalam fase–3 . Sekitar 637 hektare lahan sedang disisihkan untuk proyek tersebut. Dari jumlah ini, 40 % diklasifikasikan sebagai tanah "Paku Alam (Sultan)" sedangkan sisanya milik masyarakat setempat. Lokasi yang diusulkan berada di Kecamatan Temon antara Pantai Congot dan Pantai Glagah (yang meliputi Desa Palihan, Desa Sindutan, Desa Jangkaran dan Desa Glagah).[19]

Selain bandara, pelabuhan baru juga direncanakan untuk dibangun dalam waktu dekat. Akan tetapi pelabuhan ini merupakan pelabuhan ikan. Disebutkan pelabuhan yang rencananya akan dibangun di pesisir Desa Karangwuni, Kecamatan Wates, Kulonprogo ini akan diberi nama Pelabuhan Tanjung Adikarta. Menteri Kelautan dan Perikanan Syarif Cicip Sutardjo menegaskan pemerintah pusat menargetkan Pelabuhan Tanjung Adikarta beroperasi awal tahun 2014. Diperkirakan Pelabuhan Tanjung Adikarta akan menampung sekitar 400 unit kapal.[20]

Persikup (Persatuan Sepak bola Kulonprogo), tim sepak bola Kabupaten Kulon Progo, berjuluk Pendekar Bukit Menoreh, bermarkas di Stadion Cangkring berkapasitas 7 ribu penonton. Kini berlaga di Divisi III Liga Indonesia wilayah Yogyakarta.

Kabupaten Kulon Progo juga menawarkan wisata alam seperti kebun teh, air terjun, dan pantai. Berikut daftar tempat wisata di Kabupaten Kulon Progo:ada sejarah lingga yoni tepat diatas sendang clereng( tampak yoni ,lingga hilang). Berikut ini daftar wisata kulon progo:

Dalam rangka menciptakan kawasan industri yang ramah lingkungan dan bebas polusi, maka dikembangkan kawasan industri di Sentolo, Kabupaten Kulonprogo yang rencananya adalah sbb:

Pengembangan kawasan Industri Sentolo ditujukan untuk berbagai industri tersebut seluas lebih dari 1.400 hektare. Lokasi tersebut berbatasan dengan Kabupaten Sleman dan Bantul. Wilayah Sentolo merupakan wilayah aglomerasi karena posisi Sentolo yang berada di wilayah perbatasan sehingga memiliki peluang menagkap dampak pengmbangan perkotaan di wilayah Sleman dan Bantul. Sebagai wilayah aglomerasi, sentolo berpeluang untuk pengembangan industri pemukiman dan perdagangan. Lokasi Sentolo berada di Jalur jalan nasional, provinsi dan jalan poros desa,serta cukup dekat dengan stasiun kereta api. Jarak antara wilayah Sentolo dengan kota wates sekitar 8 km, jarak menuju pusat kota Yogyakarta (Malioboro) sekitar 16 km, dan 17 km ke calon bandara internasional. Prasarana pendukung yang telah tersedia adalah listrik dan air. Saat ini telah tersedia kawasan siap bangun seluas 140,8 ha.

Kawasan industri Sentolo menjadi kawasan strategis untuk investasi dan yang seharusnya diminati oleh investor, pertama, karena Kulon Progo menjadi salah satu Kabupaten yang diberikan kawasan industri untuk DIY dan Jawa Tengah. Kawasan ini masih ‘terbuka’ untuk calon investor baru. Kedua, Sentolo ke depan akan menjadi ‘segitiga emas’ yang menghubungkan Sentolo, Borobudur (Jawa Tengah) dan Malioboro. Ketiga, Sentolo sangat dekat (25 menit) ke calon bandara internasional dan 25 menit dari Malioboro sebagai pusat bisnis di Yogyakarta. Keempat, Sentolo akan menjadi sentra kerajinan di DIY dan akan menjadi seperti Tanggulangin Surabaya

Kulon Progo memiliki salah satu hal yang membuatnya menjadi lebih terkenal, yaitu Batik. Batik yang menjadi ciri khas batik khulon progo dinamakan batik "Geblek Renteng"."Geblek" adalah makanan khas kulon progo, sedangkan "Renteng" adalah bahasa jawa dari berjejer. Pertumbuhan Industri batik di Kulon Progo terus meningkat, salah satunya adalah batik sekartniti, batik farras, sinar abadi batik. sebagai contoh, Batik SekarNiti merupakan salah satu home-industri yang berada di Kulon Progo yang mana ikut serta dalam melestarikan budaya Batik di Kulon Progo. Home-industri yang letaknya di Kecamatan Nanggulan ini ikut serta dalam mengembangkan budaya batik tanpa menghilangkan 'pakem' atau keaslian dari batik.

Tidak jauh dari Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) Kulon Progo, terdapat tempat kuliner bernama Kopi Jolotundo. Restoran bernuansa Jawa dengan suguhan pemandangan sawah ini banyak dikunjungi publik figur hingga pejabat negara.

Mulai dari artis Wulan Guritno, presenter kondang Ramzi Geys Thebe hingga ustadz beken Gus Miftah tercatat pernah l ke Jolotundo. Bahkan, salah satu pejabat negara sekaligus tokoh nasional, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Indonesia, Mahfud MD sudah beberapa kali ke sini untuk menyantap kuliner "ndeso" sembari menikmati momen terbenamnya mentari.

"Yang cukup sering ke sini ada Pak Profesor Mahfud MD, beliau sudah tiga kali. Jadi ketika beliau punya kesempatan ke Jogja, pasti menyempatkan datang ke Jolotundo. Biasanya sambil nunggu (pesawat ) kembali ke Jakarta, beliau prefer datang ke Jolotundo, khususnya di waktu sore untuk menikmati sunset," ucap pengelola Jolotundo, Wawan Gunawan, saat ditemui di lokasi, Minggu (6/8/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jolotundo terletak di area persawahan wilayah Kalurahan Sogan, Kapanewon Wates, Kulon Progo. Lokasinya tergolong dekat dengan bandara YIA, yakni berkisar 8,7 km atau 15 menit perjalanan menggunakan kendaraan bermotor.

Tempat kuliner yang baru beroperasi sekitar dua tahun terakhir ini mengusung konsep tradisional Jawa. Bisa dilihat dari struktur bangunan yang menggunakan joglo khas Jogja komplit dengan ornamen pendukungnya.

Umumnya restoran Jawa, Jolotundo juga menyediakan hidangan tradisional atau yang beken disebut menu "ndeso". Menu andalannya yakni sayur lodeh, tempe lombok hijau, tumis kikil, ayam bumbu lengkuas dan oseng daun pepaya.

"Menu andalan kami ada sayur lodeh tempe lombok ijo karena itu paling banyak dicari. Kemudian menu favorit lainnya dan ada ada tumis kikil, ayam goreng lengkuas serta oseng daun kates (pepaya) yang sudah diolah sedemikian rupa sehingga pahitnya tidak terlalu terasa," ujar Wawan.

Sembari menyantap hidangan ndeso, pengunjung bisa menikmati pemandangan alam sekitar berupa hamparan sawah. Jika datang saat sore hari, pengunjung dapat menyaksikan momen terbenamnya matahari yang tampak jelas dari tempat ini.

"Untuk menikmati suasana alam, dengan view sawah tadi saya rekomendasikan datang Jam 10 sampai jam jelang sunset. Karena best viewnya itu sunset, jadi orang makan di pinggir sawah nah itu sambil menikmati sunsetnya," ucap Wawan.

Wawan mengatakan, pihaknya juga menyediakan fasilitas lain berupa keliling pedesaan mengucapkan mobil Jeep. Cukup merogoh kocek Rp50 ribu per orang, pengunjung bisa jalan-jalan santai berkeliling desa dan area persawahan sekitar.

Simak lebih lengkap di halaman berikutnya.....

"Additional servis kami selain bisa makan dengan nuansa joglo dan sawah, ada juga Jolotundo Jeep and adventure. Jadi kami siapkan jeep bagi customer yang setelah makan dan ngopi, bisa juga jalan-jalan pakai Jeep kita keliling Desa Sogan. Tarifnya terjangkau satu trip Rp 50 ribu untuk empat orang maksimal dengan durasinya 15-20 menit," terangnya.

Salah satu pengunjung Kopi Jolotundo, Kurnia Astuti mengaku terkesan dengan suasana yang dihadirkan restoran ini. Selain itu, menu yang dihidangkan komplit dengan rasa yang pas bagi lidahnya.

"Pertama kali ke sini suasananya enak ya. Adem, terus rindang banyak pohon. Makanannya juga cukup enak, bumbunya terasa banget. Kebetulan tadi coba kikil sama daun pepaya lauk tempe bacem," ucapnya.

Sementara itu, pengunjung lain, Noviayu mengaku cukup sering berkunjung ke Jolotundo. Biasanya dia mampir untuk menghabiskan waktu menunggu keberangkatan pesawat di YIA.

"Karena deket bandara ya, jadi kalau pas ada jadwal ke luar kota naik pesawat pasti mampirnya ke sini dulu, sekalian healing," ujarnya.

Beberapa waktu yang lalu kami dengan rombongan ASITA mengunjungi Segajih Live-in di Desa Hargotirto,...

Kulon Progo tidak hanya dikenal dengan wisatanya yang beraneka ragam dan menawan, tapi juga dikenal ...